Kamis, 19 Agustus 2010

Kaldu bebas MSG ala Bunda Attar..;)

Hi Mom..., berikan yang terbaik untuk buah hati kita dan keluarga kita. Dalam memberikan makanan sebisa mungkin berikan yang alami, tanpa pengawet, tanpa MSG/penguat rasa. Memang tidak selamanya kita punya waktu untuk memasakkan orang-orang tercinta, namun bila disempatkan saya yakin setidaknya sekali sehari bisa kita lakukan, semua tergantung niat. Memasak sendiri selain lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya, juga merupakan wujud kepedulian kita memberikan asupan gizi yang baik untuk orang-orang tercinta. Tanpa banyak kata, saya akan memberikan tips membuat penyedap rasa alami.



Gini, Mom, untuk membuat penyedap alami, bahannya bisa dari daging sapi, ayam ataupun ikan, semua bahan-bahan itu enak kok kalo dibuat kaldu, atau bisa juga udang bagi yang tidak alergi, pokoknya bisa disesuaikan selera kita.



Cara membuatnya mudah banget.

Daging direbus dengan air, jangan banyak-banyak airnya ya..(yg penting daging sedikit tenggelam dalam air), dengan bumbu secukupnya terdiri dari : bawang putih, bawang merah, garam, sedikit jahe..(untuk ngurangi amisnya), selembar daun salam. Sengaja tidak saya tambahkan merica, karena balita kurang menyukai pedasnya.
Daging sapi/ ayam direbus dengan api kecil selama 45 menit - 1 jam. Kenapa api kecil? Merebus dengan api kecil membuat daging sapi/ayam menjadi empuk dan kaldunya lebih mantap meresap. Untuk ikan atau udang, direbus dengan api kecil selama 30-40 menit saja, karena teksturnya sangat berbeda dengan daging sapi maupun udang.



Setelah selesai direbus sampai mendidih dan dalam waktu yang telah ditentukan, diamkan kaldu sampai dingin. Kalo sudah dingin, masukkan ke dalam plastik es, lbh praktis memakai plastik es lilin yang kecil-kecil. Setelah itu masukkan ke dalam frezer kulkas. Jadilah kaldu tanpa MSG yang lezat dan awet tanpa bahan pengawet, yang bisa digunakan sewaktu-waktu akan memasak. Selamat mencoba...^_^

Senin, 16 Agustus 2010

CURAHAN HATI DARI SEORANG SAHABAT

wuih..., lama banget jari-jemariku ga cuap-cuap di Blog ini. Kali ini saya ingin sekali berbagi cerita tentang curahan hati salah seorang sahabat dalam mengurus anak-anaknya yang masih sangat kecil. Seorang sahabat waktu jaman kuliah di UGM, orangnya sangat aktif di UKM kampus UGM.



Sahabat saya ini memang sangat aktif di masa kuliah, seperti tak punya rasa capek sedikitpun. Waktu itu hari-harinya tercurah untuk salah satu UKM di UGM. Dia sangat menikmati perannya sebagai sekretaris UKM tersebut. Hampir tak ada waktu berlebih dalam hidupnya selain untuk kuliah dan kegiatan UKM. Meskipun aktifitas di UKM menyita banyak waktunya, dia tetap lulus kuliah meski agak molor dibanding lainnya. Sahabat saya terlihat sangat energik pada masa-masa itu. Dan setelah sekian tahun tak jumpa, sahabat saya ini sudah menikah dan menjadi ibu dari dua anak. Sampai sekarang pun, saya belum pernah jumpa langsung, kami hanya bertukar kabar melalui sms.



Kondisi sahabat saya yang sekarang sangat berbeda dengan kondisi semasa kuliah dulu. Mengurus UKM yang kegiatannya seabrek-abrek itu tidak bisa disamakan dengan mengurus anak, sangat jauh berbeda. UKM adalah benda mati, sedangkan anak benda hidup yang perlu kehati-hatian dalam merawatnya. Kehidupannya sekarang benar-benar tercurah untuk kedua anaknya. Anaknya memang masih kecil-kecil, anak pertama umur 2 tahun, anak ke-2 baru 3 bulan. Mengikuti suaminya yang kerja di Jogja, mereka tinggal di suatu kontrakan di daerah Sleman. Bisa dibayangkan betapa repotnya sahabat saya ini dalam mengurus kedua buah hatinya, tanpa ada yang membantu. Menurut penuturannya, dia sangat kesulitan mencari baby sitter. Alhasil sampai sekarang, dia mengurus semuanya sendiri. Dari cerita sahabat saya ini, sekarang tak ada lagi waktu yang tersisa untuknya. Pekerjaannya sebelum menikah dulu sudah ditinggalkannya demi mengurus kedua buah hatinya. Kedua anaknya mempunyai jam tidur yang berbeda, bila anak yang satu tidur maka anak yang satunya melek, jadi tak ada waktu istirahat untuknya. Anak pertama belum bisa dilepas begitu saja karena umurnya baru 2 tahun. Anak pertamanya baru mau tidur diatas jam 2 malam. Bisa dibayangkan betapa terkurasnya energi seorang ibu yang begadang seharian penuh. Mengurus anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga tanpa henti, seorang diri. Padahal sahabat saya ini melahirkan secara caesar, seharusnya banyak istirahat agar luka operasi sembuh benar.



Perlu diketahui, sahabat saya melahirkan kedua anaknya secara caesar. Menurut peraturan medis, ada jarak minimal 3 tahun untuk hamil lagi bila proses kelahiran dilakukan secara caesar. Namun, apa boleh buat, sahabat saya hamil lagi disaat anaknya baru berumur 1 tahun. Dia tetap merawat janin dalam kandungannya dengan baik. Hingga pada saatnya melahirkan, prosesnya pun kembali caesar. Namun, proses kelahiran anak yang ke-2 ini begitu berat. Karena sahabat saya hampir sakaratul maut dalam berjuang melahirkan. Masih penuturannya via sms, waktu melahirkan tekanan darahnya naik tajam sampai 180 kemudian turun drastis menjadi 40. Sahabat saya sampai megap-megap. Kematian sudah didepan matanya kala itu. Dan Alhamdulillah..., sahabat saya tertolong dan bayinya pun lahir dengan sehat wal afiat. Kejadian itu membuat sahabat saya masih ketakutan, mungkin bahasa kerennya trauma, dan katanya kapok punya anak lagi...(??????).



Cerita sahabat saya ini menjadikan inspirasi untuk menulis lagi. Saya bisa memetik hikmah dari semuanya ini, bahwa mengurus anak memang bukanlah hal yang mudah, begitu mulianya seorang ibu itu. Sangat tepat bila Allah memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada para ibu yang telah melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Dalam Islam, Surga adalah di telapak kaki ibu. Muliakan Ibumu, Ibumu, Ibumu, dan baru Ayahmu, begitulah nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk menghormati seorang Ibu. Dan bagi para suami, bantulah istri kalian dalam mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga, jangan biarkan seorang istri terforsir tenaga dan pikirannya. Mereka butuh perhatian dan kasih sayang dari suami. Ingat-ingatlah dengan baik tujuan kalian menikah dulu. Dan sebaik-baik lelaki adalah yang memuliakan istrinya.



Semangat ya...., duhai sahabat, saya yakin Allah akan membantumu. Allah tidak tidur, DIA yang akan melindungimu dan anak-anakmu.

Senin, 09 Agustus 2010

Happy Ramadhan

MARHABAN YAA RAMADHAN...

Alhamdulillah, tak terasa sebentar lagi sudah memasuki bulan suci ramadhan 1431 H. Bulan Agung yang penuh rahmat, barokah dan ampunan dari Allah SWT. Ramadhan tahun ini adalah yang ke-3 kalinya saya lalui bersama suami tercinta dan ke-2 kalinya saya lalui bersama buah hati tercinta.



Dua tahun yang lalu, merupakan Ramadhan yang cukup berat saya lalui karena dalam kondisi sedang hamil muda. Waktu itu kandungan saya baru menginjak bulan ke-5. Sejujurnya dilema sekali waktu itu, antara puasa atau tidak. Waktu konsultasi ke dokter kandungan, dokter menganjurkan untuk tidak berpuasa demi kesehatan janin. Sedangkan dari ortu dan mertuaku menganjurkan untuk berpuasa, karena menurut mereka hamil tak menghalangi berpuasa dan bahkan baik untuk kesehatan jasmani maupun rohani anak sejak dalam kandungan.



Aku yang memang baru saja terbebas dari segala mual-muntah sangat ingin memberikan yang terbaik untuk janin yang sedang tumbuh pesat dalam rahimku. Rasanya ingin sekali menghajar semua makanan untuk mengejar ketertinggalanku di trimester pertama. Di awal-awal kehamilan, aku memang sangat susah makan, mual-muntah menjadi hal yang sangat lumrah kala itu. Dan waktu itu, aku memang dihadapkan pada pilihan sulit, antara puasa dan tidak. Aku bertanya kepada kakakku yang kebetulan paham tentang hukum Islam, dan beliau pun punya argumen yang agak berbeda dengan ortu dan mertuaku.

Kata kakakku, ibu yang hamil dan menyusui mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, seperti keringanan yang diberikan pada orang sakit dan musafir, meskipun kalau kuat boleh juga untuk berpuasa. Dan aku, yang mulai tumbuh jiwa keibuan yang ingin selalu melindungi dan menjaga kesehatan anaknya masih juga bingung, namun setelah melalui suatu perenungan yang panjang lahirlah suatu prinsip. Aku akan tetap berpuasa meski merasa takut dan kasihan dengan baby dalam perutku, karena aku yakin, Allah akan menolong, mendengarkan doa dan menjaga kesehatan orang yang berpuasa, dan kalau sudah tidak kuat harus berbuka. Alhamdulillah..., semua berjalan dengan baik meskipun pada jam-jam sore aku harus banyak berbaring karena merasa lemas. Akhirnya puasa kala itu bisa ku lalui dengan cukup baik dan hanya bolong dua hari. Dan..., beberapa bulan kemudian bayiku pun lahir dengan sehat dan kuat, terimakasih Allah, Engkaulah Sang penjaga sejati makhluk-makhlukmu.



Saat puasa tahun kemarin, aku sama sekali tidak ikut berpuasa karena sedang menyusui bayiku. Memang waktu itu bayiku sudah berumur 7 bulan, sudah mendapat ASI Eksklusif, tapi bayiku belum mau makan makanan pendamping ASI, jadi mau tidak mau ASI masih menjadi kebutuhan utamanya. Tahun kemarin aku membayar dengan fidyah.



Ramadhan tahun ini, bayiku sudah berusia 19 bulan, meskipun belum disapih, aku berencana untuk bisa berpuasa. Masih kasihan juga sama anakku karena yang dia suka hanya ASI, susu yang lainnya kurang disuka, apalagi akhir-akhir ini sedang susah makan. Ya Allah berilah kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa di Ramadhan tahun ini. Semoga putra kesayangan kami tidak rewel dan selalu Kau berikan kesehatan, keselamatan, dan perlindungan. Amin yaa Robbal 'alamin...
 
Kami sekeluarga mengucapakan selamat menjalankan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan suci Ramadhan. Semoga semuanya berjalan lancar dan diterima semua amalan ibadahnya oleh Allah SWT, amin...:)